Skip to content
Media Tawangsari

Media Tawangsari

Kelompok Informasi Masyarakat

  • Profil
    • Pengurus
  • Berita
  • Youtube
  • Galeri
  • Toggle search form

SEB 3 Menteri – Penjelasan PMK Nomor 81 Tahun 2025

Posted on December 9, 2025December 9, 2025 By admin No Comments on SEB 3 Menteri – Penjelasan PMK Nomor 81 Tahun 2025

Surat Edaran Bersama (SEB) dengan nomor 9 TAHUN 2025, SE-2/ΜΚ.08/2025, dan 100.3.2.3/9692/SJ/2025 ini secara spesifik memberikan penjelasan tindak lanjut atas berlakunya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025, yang merupakan perubahan atas PMK Nomor 108 Tahun 2024. Dokumen ini menggarisbawahi tiga hal pokok: dukungan implementasi pendirian Badan Hukum Koperasi Desa Merah Putih, dukungan APB Desa untuk pembentukan Koperasi Desa Merah Putih, dan ketentuan penyaluran Dana Desa tahap II yang kini hanya berlaku untuk anggaran yang telah ditentukan penggunaannya (earmark). Penyesuaian APB Desa yang diatur mencakup penggunaan Sisa Dana Desa earmark, Dana Penyertaan Modal Desa, SiLPA 2025, hingga kewajiban yang belum dibayarkan. Langkah-langkah ini penting untuk menjaga kesinambungan pembangunan desa dan mendukung program strategis nasional.

Latar Belakang dan Urgensi Penerbitan SEB 3 Menteri

SEB 3 Menteri – Penjelasan PMK Nomor 81 Tahun 2025 merupakan sebuah tonggak penting dalam kebijakan pengelolaan Dana Desa di Indonesia. Surat Edaran Bersama (SEB) ini diterbitkan oleh tiga kementerian sentral—Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri—yang masing-masing memiliki peran kunci dalam pembinaan, penganggaran, dan tata kelola pemerintahan desa. Dokumen ini ditujukan kepada seluruh Gubernur, Bupati/Wali Kota di seluruh Indonesia, serta berfungsi sebagai acuan dan pedoman bagi Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah Desa. Tujuan utamanya adalah memberikan kejelasan mengenai penyesuaian pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) sebagai tindak lanjut atas terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025.

Konteks penerbitan PMK Nomor 81 Tahun 2025 dan SEB ini tidak lepas dari adanya kebijakan strategis nasional yang mendesak. Terdapat tiga instrumen kebijakan penting yang menjadi latar belakang utama penyesuaian ini. Pertama, Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 mengenai Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Kedua, Inpres Nomor 17 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembangunan Fisik Gerai, Pergudangan, dan Kelengkapan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Ketiga, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 9 Tahun 2025 yang membentuk Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Ketiga regulasi ini menandakan fokus serius pemerintah pada penguatan kelembagaan ekonomi desa melalui Koperasi Merah Putih, yang otomatis memerlukan penyesuaian alokasi dan penggunaan Dana Desa. Selain itu, antisipasi terhadap kebijakan fiskal Tahun Anggaran 2025 juga menjadi pertimbangan penting dalam penyusunan PMK dan SEB ini.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2025 sendiri mengatur tiga hal pokok yang fundamental dan harus segera diimplementasikan oleh Pemerintah Desa. Poin pertama adalah Dukungan implementasi pendirian Badan Hukum Koperasi Desa Merah Putih. Ini berarti Dana Desa harus dapat dialokasikan untuk memfasilitasi proses legal dan administratif pendirian koperasi. Poin kedua adalah Dukungan APB Desa untuk pembentukan Koperasi Desa Merah Putih. Ini merujuk pada alokasi anggaran konkret dari APB Desa untuk membiayai kebutuhan operasional dan pembangunan awal koperasi. Poin ketiga, dan yang paling berdampak secara teknis anggaran, adalah ketentuan bahwa penyaluran Dana Desa tahap II hanya untuk yang telah ditentukan penggunaannya (earmark). Perubahan ini secara langsung membatasi fleksibilitas penggunaan Dana Desa tahap II, memicu kebutuhan mendesak untuk penyesuaian APB Desa non-earmark yang telah direncanakan sebelumnya. Oleh karena itu, SEB ini hadir untuk memberikan panduan rinci dan solusi atas persoalan anggaran yang muncul akibat perubahan fokus kebijakan ini.

Perubahan Kunci dalam PMK 81 Tahun 2025 dan Dampaknya pada Dana Desa Tahap II

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2025 tentang Perubahan atas PMK Nomor 108 Tahun 2024 membawa implikasi besar terhadap mekanisme penyaluran dan penggunaan Dana Desa, khususnya pada tahap kedua penyaluran. Inti dari perubahan ini adalah penekanan pada penggunaan anggaran untuk program-program prioritas nasional yang telah ditetapkan. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk memastikan Dana Desa benar-benar mendukung sasaran strategis, salah satunya adalah pembentukan dan penguatan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Sebelum perubahan ini, Dana Desa memiliki fleksibilitas penggunaan yang lebih luas, namun kebijakan fiskal 2025 menuntut penajaman fokus anggaran.

Poin krusial yang diatur dalam PMK 81 Tahun 2025 adalah mekanisme penyaluran Dana Desa tahap II yang dibatasi hanya untuk kegiatan yang telah ditentukan penggunaannya (earmark). Istilah earmark mengacu pada alokasi dana yang sudah dikunci untuk membiayai program atau kegiatan spesifik, seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa, program ketahanan pangan dan hewani, maupun program lain yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. Dengan pembatasan ini, Dana Desa yang sebelumnya dianggarkan oleh Pemerintah Desa untuk kegiatan fisik maupun non-fisik non-earmark (seperti pembangunan infrastruktur desa, pemberdayaan masyarakat, atau kegiatan lain sesuai kewenangan lokal) kini menjadi tidak tersalurkan pada tahap II. Kondisi ini menciptakan celah pembiayaan (kekurangan dana) untuk kegiatan yang sudah berjalan atau bahkan yang sudah direncanakan dan dikontrakkan.

Dampak langsung dari perubahan ini adalah kebutuhan mendesak bagi Pemerintah Desa untuk melakukan penyesuaian pengelolaan APB Desa. Kegiatan non-earmark yang telah teranggarkan, tetapi dananya tidak dapat disalurkan dari Dana Desa tahap II, harus segera dicarikan sumber pembiayaan alternatif. SEB 3 Menteri ini secara eksplisit menguraikan langkah-langkah solutif untuk mengatasi kekurangan dana tersebut. Perubahan ini juga menegaskan peran sentral APB Desa sebagai instrumen dukungan dalam pembentukan dan penguatan Koperasi Desa Merah Putih. Dengan adanya dukungan anggaran yang jelas, diharapkan percepatan pembentukan badan hukum koperasi dan pembangunan sarana fisik pendukung (gerai, pergudangan) dapat terealisasi sesuai Instruksi Presiden.

Tentu saja, kebijakan ini menuntut ketelitian yang tinggi dari perangkat desa, khususnya dalam melakukan perencanaan dan penatausahaan keuangan. Proses penyesuaian anggaran yang cepat dan tepat menjadi kunci untuk menghindari terhentinya kegiatan pembangunan yang telah direncanakan. Pemerintah Kabupaten/Kota, melalui Camat, juga memiliki peran penting dalam memfasilitasi dan mengevaluasi perubahan APB Desa agar sesuai dengan pedoman yang diatur dalam SEB ini. Secara keseluruhan, PMK 81 Tahun 2025 menggeser paradigma penggunaan Dana Desa menjadi lebih fokus, terarah, dan terikat pada program prioritas nasional, terutama dalam konteks penguatan ekonomi desa melalui Koperasi Merah Putih.

Langkah-Langkah Solutif Pembiayaan Kegiatan Non-Earmark

Mengingat adanya pembatasan penyaluran Dana Desa tahap II hanya untuk kegiatan earmark, SEB 3 Menteri ini memberikan panduan yang sangat rinci mengenai langkah-langkah yang harus diambil oleh Pemerintah Desa untuk membiayai kegiatan fisik maupun non-fisik yang dibiayai dari Dana Desa non-earmark yang dananya tidak tersalurkan. Solusi yang ditawarkan bersifat hierarkis, dimulai dari pemanfaatan sisa dana yang tersedia hingga pencatatan sebagai kewajiban yang harus dibayarkan pada tahun anggaran berikutnya.

Langkah pertama yang harus ditempuh oleh Pemerintah Desa adalah Menggunakan Sisa Dana Desa yang ditentukan penggunaannya (earmark) untuk membayar kegiatan non-earmark yang belum terbayarkan. Ini berarti Pemerintah Desa harus mengidentifikasi adanya sisa alokasi dari komponen earmark tertentu (misalnya, jika alokasi BLT Desa atau ketahanan pangan lebih besar dari realisasi kebutuhan) yang dapat dialihkan sementara untuk menalangi kekurangan dana pada kegiatan non-earmark. Meskipun demikian, pengalihan ini harus dilakukan dengan hati-hati dan tetap memperhatikan aturan mengenai perubahan peruntukan dana earmark.

Apabila sisa Dana Desa earmark tidak mencukupi, langkah kedua yang dianjurkan adalah Menggunakan Dana Penyertaan Modal Desa ke lembaga-lembaga ekonomi yang belum disalurkan dan/atau belum digunakan. Solusi ini mencakup Dana Penyertaan Modal ke Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) atau Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUM Desa Bersama), termasuk untuk program ketahanan pangan. Logikanya adalah, dana penyertaan modal yang belum terealisasi dapat ditarik kembali atau dialihkan untuk menutup kekurangan pada kegiatan lain yang sudah mendesak untuk dibayar. Ini merupakan tindakan pragmatis untuk menjaga likuiditas desa sambil tetap berfokus pada pembangunan.

Selanjutnya, Pemerintah Desa disarankan untuk Menggunakan sisa anggaran/penghematan anggaran tahun berjalan (Tahun 2025). Sumber penghematan ini termasuk yang berasal dari pendapatan selain Dana Desa, seperti Alokasi Dana Desa (ADD) yang bersumber dari APBD Kabupaten/Kota, maupun Pendapatan Asli Desa (PADes). Opsi lain dalam langkah ini adalah menunda kegiatan yang belum dilaksanakan yang tidak terlalu mendesak. Penghematan anggaran dapat terjadi karena efisiensi dalam pelaksanaan kegiatan, atau adanya kegiatan yang tidak dapat diselesaikan sesuai rencana. Pemanfaatan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Tahun 2025 juga diizinkan sebagai opsi pembiayaan. SiLPA 2025 ini merujuk pada kelebihan realisasi pendapatan dibandingkan realisasi belanja pada akhir tahun anggaran 2025.

Jika semua langkah di atas—pemanfaatan sisa earmark, penarikan kembali dana penyertaan modal, penghematan anggaran, dan penggunaan SiLPA 2025—masih belum mencukupi untuk menutupi seluruh kekurangan pembayaran, maka selisih kekurangan tersebut harus dicatat sebagai kewajiban yang belum dibayarkan. Kewajiban ini selanjutnya harus dianggarkan dan dibayarkan di Tahun Anggaran 2026. Penting dicatat bahwa sumber pembayaran untuk kewajiban ini di Tahun Anggaran 2026 harus bersumber dari pendapatan selain Dana Desa. Hal ini memastikan bahwa defisit anggaran yang disebabkan oleh pengetatan Dana Desa tahap II tidak membebani alokasi Dana Desa tahun berikutnya, melainkan ditanggung oleh sumber pendapatan desa lainnya.

Penyesuaian Administrasi dan Pengelolaan APB Desa Tahun 2025 dan 2026

Kekurangan pembiayaan untuk kegiatan non-earmark yang diakibatkan oleh PMK 81 Tahun 2025 menuntut Pemerintah Desa untuk segera melakukan penyesuaian pada pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa). Gubernur, Bupati, dan Wali Kota diperintahkan untuk memastikan Pemerintah Desa melaksanakan penyesuaian administrasi dan keuangan ini dengan tertib. Penyesuaian ini mencakup perubahan APB Desa tahun berjalan (2025) dan perencanaan APB Desa tahun berikutnya (2026).

Langkah administratif pertama yang harus dilakukan adalah Pemerintah Desa segera melakukan Perubahan APB Desa Tahun 2025 untuk pergeseran alokasi anggaran. Perubahan ini harus mencerminkan sumber pembiayaan alternatif yang digunakan untuk menutup kekurangan pembayaran kegiatan non-earmark, sebagaimana diuraikan dalam langkah-langkah solutif sebelumnya (penggunaan sisa earmark, dana penyertaan modal, penghematan, atau SiLPA 2025). Pergeseran alokasi anggaran ini adalah langkah legal formal untuk memastikan bahwa pengeluaran yang dilakukan memiliki dasar hukum anggaran yang sah. Proses Perubahan APB Desa harus dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

Terkait dengan kewajiban yang belum dibayarkan (yaitu selisih kekurangan yang tidak tertutup oleh sumber dana alternatif 2025), Pemerintah Desa memiliki kewajiban untuk mengungkapkannya dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) Tahun Anggaran 2025. Pengungkapan ini penting untuk transparansi dan akuntabilitas keuangan desa, menunjukkan bahwa desa memiliki utang/kewajiban yang sah yang akan diselesaikan pada tahun anggaran berikutnya. Pengungkapan yang jelas di CaLK akan mempermudah audit dan pertanggungjawaban di masa mendatang.

Untuk menjamin pembayaran kewajiban tersebut di Tahun Anggaran 2026, SEB 3 Menteri ini menetapkan langkah khusus terkait perencanaan anggaran tahun berikutnya. Pemerintah Desa diwajibkan untuk Menerbitkan Peraturan Kepala Desa tentang Penjabaran APB Desa Tahun 2026 untuk menindaklanjuti SiLPA mendahului Perubahan APB Desa 2026. Penerbitan Peraturan Kepala Desa ini ditujukan untuk memanfaatkan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Tahun 2025. Pemanfaatan SiLPA mendahului Perubahan APB Desa 2026 merupakan pengecualian prosedur yang memungkinkan desa menggunakan dana carry over dari tahun sebelumnya untuk keperluan mendesak, yaitu penyelesaian kewajiban yang belum dibayar, sebelum APB Desa 2026 mengalami perubahan secara keseluruhan.

Setelah itu, Pemerintah Desa harus Melakukan Perubahan APB Desa 2026. Perubahan ini memiliki dua tujuan utama: pertama, untuk memanfaatkan SiLPA Tahun 2025 yang belum dimasukkan dalam APB Desa murni; dan kedua, untuk mengutamakan penyelesaian kewajiban yang belum dibayar. Sumber pendapatan yang digunakan untuk menyelesaikan kewajiban ini harus diprioritaskan dari sumber pendapatan selain Dana Desa. Dengan langkah-langkah ini, Pemerintah Desa diharapkan dapat menyelesaikan persoalan utang/kewajiban kepada pihak ketiga secara tuntas, sekaligus memastikan kesinambungan program pembangunan desa.

Peran Pengawasan Pemerintah Daerah dan Mekanisme Pelaporan

Efektivitas implementasi kebijakan yang ditetapkan dalam PMK 81 Tahun 2025 dan SEB 3 Menteri ini sangat bergantung pada peran aktif Pemerintah Daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota, dalam melakukan pembinaan dan pengawasan. Pemerintah Daerah harus memastikan bahwa setiap Pemerintah Desa melaksanakan penyesuaian APB Desa sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan. SEB ini secara spesifik menugaskan Camat untuk menjalankan fungsi evaluasi, yang merupakan langkah kunci dalam rantai pengawasan tata kelola keuangan desa.

Berdasarkan ketentuan dalam SEB, Bupati/Wali Kota ditugaskan untuk Menugaskan Camat untuk melakukan evaluasi APB Desa Tahun 2025 khusus terhadap pergeseran anggaran untuk mengalokasikan anggaran kegiatan yang belum terbayarkan. Peran Camat dalam evaluasi ini sangat vital. Camat berfungsi sebagai perpanjangan tangan Bupati/Wali Kota yang paling dekat dengan Pemerintah Desa. Evaluasi ini harus memastikan bahwa pergeseran anggaran yang dilakukan oleh desa (sesuai poin Perubahan APB Desa 2025) adalah sah, logis, dan benar-benar ditujukan untuk menutup kekurangan pembayaran kegiatan non-earmark. Dengan adanya evaluasi Camat, risiko penyalahgunaan anggaran atau kesalahan prosedur dalam perubahan APB Desa dapat diminimalisir, sehingga akuntabilitas keuangan desa tetap terjaga.

Selain peran pengawasan, SEB 3 Menteri juga mengatur mekanisme pelaporan yang terstruktur dan berjenjang untuk memantau pelaksanaan kebijakan di lapangan. Mekanisme pelaporan ini memastikan bahwa Pemerintah Pusat mendapatkan informasi yang akurat dan tepat waktu mengenai tindak lanjut PMK 81 Tahun 2025 di seluruh Indonesia.

Mekanisme pelaporan dimulai dari tingkat Kabupaten/Kota. Bupati/Wali Kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan Surat Edaran Bersama ini kepada Gubernur. Laporan dari Bupati/Wali Kota ini harus mencakup detail mengenai langkah-langkah penyesuaian APB Desa yang telah dilakukan oleh desa-desa di wilayahnya, termasuk realisasi penggunaan dana alternatif untuk menutup kekurangan pembiayaan kegiatan non-earmark.

Selanjutnya, Gubernur, sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah, memiliki tanggung jawab untuk melaporkan pelaksanaan Surat Edaran Bersama ini kepada tiga kementerian terkait. Laporan Gubernur harus disampaikan kepada:

  1. Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal melalui Direktur Jenderal Pembangunan Desa dan Perdesaan. Laporan ini akan fokus pada aspek pembangunan desa, termasuk kemajuan dalam pembentukan Koperasi Desa Merah Putih yang didukung oleh Dana Desa.
  2. Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. Laporan kepada Menkeu akan berfokus pada aspek fiskal dan keuangan, khususnya mekanisme penyaluran Dana Desa, penyesuaian anggaran, penggunaan SiLPA, dan pengelolaan kewajiban yang belum dibayar.
  3. Menteri Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa. Laporan kepada Mendagri akan menyoroti aspek tata kelola pemerintahan desa, termasuk proses perubahan APB Desa, peran Camat dalam evaluasi, dan kepatuhan Pemerintah Desa terhadap regulasi pengelolaan keuangan desa.

Sistem pelaporan berjenjang ini dirancang untuk menciptakan akuntabilitas vertikal dan memastikan bahwa Pemerintah Pusat memiliki gambaran komprehensif mengenai dampak dan tindak lanjut dari kebijakan Dana Desa yang baru. Dengan demikian, pengambilan kebijakan di masa depan dapat didasarkan pada data dan pengalaman implementasi yang riil di tingkat desa.

Dasar Hukum Utama yang Melandasi Kebijakan Dana Desa

Surat Edaran Bersama (SEB) 3 Menteri ini diterbitkan tidak dalam ruang hampa regulasi, melainkan didukung oleh kerangka hukum yang kokoh dan berjenjang, yang semuanya tercantum secara eksplisit dalam bagian Dasar Hukum SEB. Pemahaman yang menyeluruh terhadap dasar hukum ini sangat penting bagi Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa untuk menjalankan penyesuaian APB Desa dengan tepat dan sah.

Pondasi utama kebijakan desa dan Dana Desa adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua. UU Desa menjadi landasan bagi Pemerintah Desa untuk melaksanakan kewenangan otonomi desa dan mengatur alokasi Dana Desa. Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 (beserta perubahannya terakhir dengan PP Nomor 11 Tahun 2019) mengatur secara rinci mengenai Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Peraturan Pemerintah ini memberikan pedoman operasional bagi tata kelola pemerintahan, keuangan, dan pembangunan desa.

Dari sisi keuangan negara dan pemerintahan daerah, SEB ini berlandaskan pada beberapa undang-undang penting:

  • Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (beserta perubahannya terakhir dengan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja). UU ini memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pemerintahan desa.
  • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD). UU HKPD menjadi dasar bagi Transfer ke Daerah (TKD), di mana Dana Desa merupakan bagian dari TKD.
  • Undang-Undang Nomor 62 Tahun 2024 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025. UU APBN ini adalah dasar penetapan alokasi Dana Desa secara nasional untuk tahun anggaran berjalan.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah. PP ini mengatur secara umum mekanisme penyaluran dan pengelolaan dana-dana yang ditransfer dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah, termasuk Dana Desa.

Sementara itu, landasan hukum yang secara spesifik mendorong perubahan kebijakan Dana Desa adalah kebijakan-kebijakan yang terkait dengan percepatan pembentukan Koperasi Desa Merah Putih. Kebijakan ini termasuk Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2025 tentang Satuan Tugas Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, dan Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembangunan Fisik Gerai, Pergudangan, dan Kelengkapan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Ketiga instrumen ini memberikan mandat yang kuat untuk mengalihkan fokus Dana Desa kepada agenda ekonomi strategis ini.

Akhirnya, regulasi teknis yang menjadi fokus utama SEB adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 108 Tahun 2024 yang telah diubah dengan PMK Nomor 81 Tahun 2025. PMK ini mengatur secara detail tentang pengalokasian, penggunaan, dan penyaluran Dana Desa Tahun Anggaran 2025. Selain itu, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa memberikan panduan prosedur bagi Pemerintah Desa dalam melaksanakan perubahan APB Desa, dan Peraturan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 2 Tahun 2024 mengatur Petunjuk Operasional atas Fokus Penggunaan Dana Desa Tahun 2025. Kelengkapan dasar hukum ini memastikan bahwa seluruh langkah penyesuaian yang diinstruksikan dalam SEB memiliki pijakan hukum yang kuat dan tidak dapat diganggu gugat.

Implikasi Kebijakan terhadap Koperasi Desa Merah Putih dan Ketahanan Pangan

Fokus utama perubahan kebijakan yang disarikan dalam PMK 81 Tahun 2025 dan dijelaskan dalam SEB 3 Menteri adalah dukungan penuh terhadap inisiatif nasional mengenai Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Inisiatif ini bukan sekadar program biasa, melainkan agenda strategis yang dimandatkan langsung oleh Presiden melalui sejumlah instrumen hukum, yaitu Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2025, Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025, dan Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 2025. Implikasi kebijakan ini terhadap tata kelola dan penggunaan Dana Desa adalah pengalihan sumber daya desa untuk memperkuat sektor ekonomi melalui kelembagaan koperasi.

Dukungan Pendirian Badan Hukum dan Modal Koperasi

Dukungan yang diatur dalam PMK 81 Tahun 2025 dan SEB ini memiliki dua dimensi utama. Pertama, Dukungan implementasi pendirian Badan Hukum Koperasi Desa Merah Putih. Ini berarti alokasi Dana Desa dapat digunakan untuk membiayai proses administrasi dan legalitas yang diperlukan agar Koperasi Desa Merah Putih dapat beroperasi secara sah sebagai badan hukum. Biaya-biaya seperti notaris, pendaftaran, dan kelengkapan administrasi awal lainnya harus difasilitasi melalui APB Desa. Kedua, Dukungan APB Desa untuk pembentukan Koperasi Desa Merah Putih. Dukungan ini lebih menekankan pada alokasi anggaran yang bersifat investasi dan operasional.

Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 2025 secara spesifik menargetkan Percepatan Pembangunan Fisik Gerai, Pergudangan, dan Kelengkapan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Oleh karena itu, APB Desa diharapkan menjadi sumber pendanaan utama untuk pembangunan sarana fisik ini. Koperasi yang kuat memerlukan infrastruktur yang memadai, dan Dana Desa diarahkan untuk mengisi kebutuhan tersebut. Melalui mekanisme Penyertaan Modal Desa, dana dari APB Desa dapat dialirkan ke Koperasi Desa Merah Putih atau BUM Desa yang bergerak di bidang yang relevan, guna memperkuat permodalan awal mereka. Namun, perlu dicatat bahwa SEB juga memberikan opsi untuk menarik kembali Dana Penyertaan Modal yang belum disalurkan atau digunakan untuk menalangi kekurangan dana kegiatan non-earmark lainnya, yang menunjukkan adanya fleksibilitas manajerial dalam kondisi tertentu.

Konsistensi dengan Program Ketahanan Pangan

Meskipun fokusnya bergeser ke Koperasi Merah Putih, SEB ini tetap menjaga konsistensi dengan program prioritas lainnya, terutama Ketahanan Pangan. Salah satu sumber pembiayaan alternatif untuk kegiatan non-earmark yang belum terbayarkan adalah Dana Penyertaan Modal Desa ke BUM Desa/BUM Desa Bersama yang belum disalurkan atau digunakan, termasuk yang diperuntukkan bagi ketahanan pangan. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Desa diizinkan untuk menggeser anggaran dari pos ketahanan pangan yang belum terealisasi, namun harus tetap memperhatikan Keputusan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 3 Tahun 2025 tentang Panduan Penggunaan Dana Desa Untuk Ketahanan Pangan Dalam Mendukung Swasembada Pangan.

Dengan penajaman kebijakan ini, Pemerintah Desa didorong untuk mengintegrasikan program pembangunan fisik dan ekonomi, menjadikan Koperasi Desa Merah Putih sebagai poros baru bagi peningkatan kesejahteraan dan kemandirian ekonomi desa. Kesuksesan implementasi SEB ini akan sangat menentukan seberapa cepat Koperasi Desa Merah Putih dapat berdiri kokoh dan beroperasi secara efektif.

Berikut kami bagikan SEB 3 Menteri – Penjelasan PMK Nomor 81 Tahun 2025 dalam format Adobe Reader (.pdf) yang dapat Anda unduh secara gratis di website ini.

seb_3_menteri__pmk_81/2025.pdf786 KB

Info!Simak dan dapatkan dokumen/file sesuai kebutuhan Desa Anda langsung dari ponsel! Akses Cipta Desa WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar perkembangan desa. Pastikan Anda sudah menginstal aplikasi WhatsApp di ponsel Anda.

sources references https://www.ciptadesa.com/seb-3-menteri-penjelasan-pmk-nomor-81-tahun-2025/

Berita

Post navigation

Previous Post: Jalan alternatif Bireuen-Aceh Utara melalui jembatan Awe Geutah
Next Post: Danlanud Sultan Hasanuddin Sambut Kunjungan Menhan RI dan Wakasau di Makassar

More Related Articles

UI apresiasi ribuan mahasiswa berprestasi nasional dan internasional Berita
5 Alasan Kenapa Pemerintah Harus Menaikkan Siltap Aparatur Pemerintah Desa Di 2024 – Berita
Wakil Bupati Solok Apresiasi Pemuncak Kejuaraan Taekwondo Berita
Panduan Teknis Prodeskel – Cipta Desa Berita
Didepan DPRD Dan PPDI, Dispermades Pati Sampaikan Penyebab Molornya Siltap Perangkat Desa – Puskominfo Berita
KRI Bung Hatta-370 alutsista terbaru TNI AL Berita

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recent Posts

  • Danlanud Sultan Hasanuddin Sambut Kunjungan Menhan RI dan Wakasau di Makassar
  • SEB 3 Menteri – Penjelasan PMK Nomor 81 Tahun 2025
  • Jalan alternatif Bireuen-Aceh Utara melalui jembatan Awe Geutah
  • dr. Gatot Sugiharto: Irigasi Optimal, Produktivitas pangan Jampangkulon Diharapkan Meningkat
  • Materi Permasalahan Stunting Di Desa

Recent Comments

No comments to show.

Archives

  • December 2025
  • November 2025
  • October 2025
  • September 2025
  • August 2025
  • July 2025
  • June 2025
  • May 2025
  • April 2025
  • March 2025
  • February 2025
  • January 2025
  • December 2024
  • November 2024
  • October 2024
  • September 2024
  • August 2024
  • July 2024
  • June 2024
  • May 2024
  • April 2024
  • March 2024
  • February 2024

Categories

  • Berita

Copyright © 2025 Media Tawangsari.

Powered by PressBook Green WordPress theme