JAKARTA – Polemik mengenai hak pensiun bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI kembali mencuat setelah adanya gugatan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menyikapi hal ini, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan sikap terbuka dan kepatuhan legislatif terhadap setiap keputusan yang akan diambil oleh MK.
“Ya sebenarnya kalau anggota DPR itu kan hanya mengikuti karena itu produk undang-undang yang sudah ada sejak beberapa waktu yang lalu, ” ujar Dasco di gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (1/10/2025), menggambarkan posisi DPR sebagai pelaksana undang-undang yang berlaku.
Beliau menegaskan komitmen DPR untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan. “Apa pun itu, kami akan tunduk dan patuh pada, apa namanya, putusan Mahkamah Konstitusi. Apa pun yang diputuskan, kita akan ikut, ” tambahnya, menggarisbawahi kesiapan DPR untuk menerima dan menjalankan putusan MK.
Terpisah, Wakil Ketua DPR RI lainnya, Saan Mustopa, turut memberikan pandangannya mengenai gugatan tersebut. Saan menilai bahwa pengajuan gugatan ke MK merupakan hak konstitusional setiap warga negara.
“Ya menurut saya, hak, yang punya legal, hak mereka ya untuk melakukan uji materi gugatan ke Mahkamah Konstitusi, ” tuturnya, mengakui legitimasi hak pemohon untuk mengajukan uji materi.
Lebih lanjut, Saan Mustopa menyampaikan bahwa DPR sangat menghormati setiap putusan yang akan dikeluarkan oleh MK. Beliau bahkan tidak keberatan apabila gugatan tersebut dikabulkan oleh Mahkamah.
“Apa pun nanti hasilnya putusan Mahkamah Konstitusi terkait gugatan soal uang pensiun kita pasti akan ikuti. Nggak, nggak ada, nggak ada keberatan (jika gugatan dikabulkan), ” sebutnya, menunjukkan sikap legawa dari pihak legislatif.
Gugatan ke MK ini diajukan oleh warga negara bernama Lita Linggayani Gading dan Syamsul Jahidin. Keduanya meminta agar Mahkamah Konstitusi menghapus hak uang pensiun yang selama ini diterima oleh anggota DPR RI. Alasan di balik permintaan ini didasarkan pada perbandingan sistem pensiun yang dinilai timpang antara anggota dewan dan pekerja biasa.
Berdasarkan informasi yang terdaftar di situs MK dengan nomor perkara 176/PUU-XXIII/2025, para pemohon menggugat sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administrasi Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara Serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara. Pasal-pasal yang digugat meliputi Pasal 1 a, Pasal 1 f, dan Pasal 12.
Inti gugatan terletak pada status anggota DPR sebagai anggota lembaga tinggi negara. Menurut para pemohon, status ini yang memungkinkan anggota DPR untuk menerima uang pensiun seumur hidup meskipun masa baktinya di parlemen hanya berlangsung selama satu periode atau lima tahun. Hal ini dianggap berbeda secara fundamental dengan sistem pensiun bagi para pekerja pada umumnya.
Para pemohon menyoroti bahwa selain uang pensiun bulanan, anggota DPR juga berhak atas Tunjangan Hari Tua (THT) sebesar Rp 15 juta yang dibayarkan sekali. Mereka membandingkan hal ini dengan kondisi pekerja biasa yang harus menabung melalui program seperti BPJS Ketenagakerjaan dengan berbagai persyaratan untuk bisa mendapatkan pensiun.
“Rakyat biasa harus menabung lewat BPJS Ketenagakerjaan atau program pensiun lain yang penuh syarat, anggota DPR justru mendapat pensiun seumur hidup hanya dengan sekali duduk di kursi parlemen, ” demikian narasi yang disampaikan pemohon, menggambarkan rasa ketidakadilan yang mereka rasakan.
Perkara ini tentu menjadi sorotan publik, mengingat isu kesetaraan hak dan keadilan sosial yang selalu menjadi perhatian utama masyarakat. (PERS)
sources references https://wartadesa.co.id/dpr-siap-ikuti-putusan-mk-soal-penghapusan-uang-pensiun-anggota-dewan